RSS

Sabtu, 25 Agustus 2012

• Dia III : Lima

Sinar terang dari balik jendela memaksaku untuk membuka mata. Aku lupa menutup tirai jendela tadi malam saking lelahnya. Hari sudah siang. Tuhan, aku masih mengantuk.. Sulit rasanya membuka mataku meski dilakukan secara perlahan.

Kubuka selimutku, mencoba bangkit dari tempat tidur. Dengan sedikit mengintip karena mataku masih dikuasai oleh rasa kantuk, aku berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

Kunyalakan air di wastafel, membiarkan air dingin mengalir dari bibir keran. Kemudian membiarkan air mengisi kedua tanganku yang sudah kurapatkan dan membentuk seperti mangkok, lalu kubasuh mukaku beberapa kali.

Sensasi segar dari air dingin langsung menerpa mukaku sampai ke seluruh tubuhku. Mataku yang tadinya setengah terpejam kini terbuka lebar. Brrr, sesekali bibirku menggigil kedinginan. Kulanjutkan membasuh muka dan membasahi rambutku untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.

Setelah kurasa cukup, ku lap mukaku dengan handuk yang tergantung rapi di kamar mandi. Yak, aku sudah tidak mengantuk lagi! Saatnya untuk bersantai sejenak dan sarapan roti sambil menonton TV.

Tak lama, alarm handphoneku yang selalu ku setel pukul 9 pagi berbunyi. Wah, ternyata aku bangun sedikit lebih awal hari ini dibanding hari biasa. Ada rasa bangga muncul dibenakku. Kalau aku biasakan begini terus bisa berdampak positif. Aku bisa memulai segala aktivitasku lebih awal. 

Ku matikan alarmku dan membuka tombol kunci handphoneku. Ada 5 pesan BBM yang kuterima pagi ini. Sial, hampir semua pesan yang masuk berisi promosi barang dari temanku yang membuka online shop. Tapi mataku tertuju kepada pesan dari pacarku. Buru - buru langsung kubuka pesan darinya.

Aku tersentak dengan isi pesan BBM darinya. Pesan darinya pagi ini membuat perasaanku campur aduk. Perasaan senang, sedih dan terharu bercampur menjadi satu dibenakku. Aku tak menyangka, dia mampu menulis kalimat seperti ini...

=========================================================================

"Aku sudah tidak tahu mesti bagaimana lagi.. Aku gagal menjadi partner yang baik. Di saat aku berusaha untuk berubah, ternyata tidak semudah yang aku bayangkan.. Aku hanya memperkeruh keadaan dan akhirnya aku menyesali apa yang sudah aku lakukan.. Dan itu selalu terulang - ulang..

"MAAF"... Hanya itu yang bisa aku sampaikan, walaupun aku tahu itu tidak bisa menyelesaikan masalah..

Egi... Kamu adalah sosok yang aku idam idamkan.. Sungguh, aku belum pernah mencintai seseorang seperti ini.. Rasa cintaku menutup akal sehatku dan bagaimana seharusnya aku bertindak..

Happy Fifth Months anniversary......................

I love you, like I did everyday...

========================================================================= 

Sungguh, aku tidak mampu berkata - kata seusai aku membaca pesan darinya. Begitu pula dengan senyum yang tidak lepas dari bibirku.

Rabu, 22 Agustus 2012

• Dia II : Selamat Hari Jadi

Aku begitu merasa lega selepas dia pulang. Atmosfir ketegangan yang tadinya terasa begitu kuat di kamarku, hilang sedikit demi sedikit. Ku tarik nafas sambil menggelengkan kepala. Tuhan, haruskah terjadfi pertengkaran ini? Maksudku, ya, kadang kala pertengkaran memang sulit dihindari. Tapi aku belum pernah mendengar dia membentakku sebegitu lantangnya seperti tadi. Dan kemudian beranjak pergi tanpa mengucapkan kata apapun selain meminta izin untuk pulang.

Kurebahkan badanku di tempat tidur. Ku renggangkan badanku yang terasa begitu pegal akibat duduk terlalu lama. Disaat seperti ini, kasur adalah tempat yang sangat nyaman untuk melepas segala penatku.

Sesaat aku terdiam. Menikmati heningnya suasana kamar. Aku lebih suka begini. Hening dan sepi. Yang ada hanyalah suara kendaraan yang lalu lalang dijalan, yang bisa terdengar dari dalam kamarku.

Ketika hampir tenggelam dalam kesunyian, dan mataku sayup sayup perlahan menutup, ponselku berbunyi. Sontak, aku terkaget mendengar suaranya. Mataku yang hampir terpejam pun kembali terbuka.

Lampu LED di ponselku berkedip, pertanda ada message masuk di Blackberry ku. Ku raih ponselku yang berwarna merah marun itu dan memeriksa, pesan apa yang masuk di ponsel yang dilabeli dengan kalimat "milik sejuta umat" ini.

Ada 7 pesan masuk di Blackberry Messengerku. Pasti kebanyakan adalah Broadcast Message. Benar saja dugaanku, 4 diantaranya adalah Broadcast Message dari teman - teman kuliahku. Jariku langsung menekan opsi end chat tanpa tertarik untuk kubaca terlebih dahulu.


Sebenarnya aku tidak begitu mempermasalahkan kontak yang suka mengirim Broadcast Message, atau apa yang orang singkat dengan sebutan 'BM'. Hanya saja, aku tidak tertarik untuk membuka isinya, atau bahkan membacanya.


3 pesan lainnya berasal dari sahabatku. Anindhya Bonita Tribuana, Eric Novianto Setiawan dan Erna Waluyo. Nama mereka muncul di layar secara berurutan. Isi pesan mereka yang terlihat dari layar ponselku hanyalah sekedar memanggil. "Gi..."


Entahlah, rasanya aku begitu malas membalas pesan mereka untuk sekarang. Aku sedang tidak mood. Pikiranku terlalu lelah untuk menanggapi obrolan dari Eric atau bercanda hal - hal yang konyol dengan Erna, pun membicarakan musik seperti biasanya bersama Bonita.

Kalau dipaksakan membalas juga percuma, yang ada omonganku akan jadi tidak nyambung. Pikiranku sedang tidak sinkron. Jadi lebih baik ku abaikkan saja pesan dari mereka, tanpa ku buka isi BBM nya.


Pikiranku langsung tertuju lagi pada pacarku. Aku iseng membuka kontaknya di daftar kontak BBM ku. Percakapanku terakhir dengannya sekitar jam 5 sore tadi, sebelum kami memutuskan untuk bertemu hari ini.


Ku buka foto yang menjadi display picture BBM nya. Dia memasang foto berdua dengan sahabat terdekatnya, Merry. Ekspresi muka mereka konyol sekali di foto ini. Aku tertawa kecil melihatnya. Foto ini menyadarkanku sejenak. Aku sampai lupa, betapa dia memiliki selera humor yang tinggi dan menyenangkan ketika sedang bersamaku. Baik dengan cerita - cerita lucu yang dialaminya ketika bersama teman - temannya sesama Pramugara, atau bahkan dengan menunjukkan ekpresi mukanya yang konyol. Tapi tetap saja, mata julingnya adalah salah satu favoritku yang selalu bisa membuatku tertawa terbahak - bahak.


30 menit sudah lamanya sejak dia pulang dari tempatku, namun belum juga memberi kabar sama sekali. Sambil menunggu kabarnya, aku membuka aplikasi Twitter. Boleh dibilang, aku mempunyai adiksi pada applikasi yang berlambangkan burung biru ini. Hanya mini-blog inilah yang membuatku bisa menghilangkan rasa jenuh dikala aku sedang bosan.

Ku mulai membaca timeline satu persatu. Tweet hari ini beragam seperti biasanya. Ada yang memamerkan kemesraan dengan pacarnya, ada yang galau karena baru putus, bahkan ada yang sedang melaksanakan pencitraan dengan menulis kata kata bjiak.


Kebetulan Eric sedang online di Twitter. Tweet nya menunjukkan kalau dia sedang berada di rumah Erna. Pantas saja dia memanggilku di BBM. Nampaknya dia ingin supaya aku menyusulnya, berhubung jarak antara rumah Erna dan tempatku tidak terlalu jauh.


Sedangkan kubaca tweet dari Bonita, ternyata dia baru selesai menyanyi di daerah Kemang. Kutebak, tadinya dia pasti ingin menyuruhku pergi ke Kemang untuk menontonnya bernyanyi.


Ku biarkan jariku menari di atas keypad, menekan tombol ke atas, membaca tweet - tweet baru dari teman kuliah atau kolega yang sedang online. Sesekali tersenyum membaca tweet humor para selebtwit, ataupun tweet konyol dari beberapa temanku. Sampai pada akhirnya aku membaca 'quotes' di salah satu akun anonim yang aku follow. 


"Being in a relationship is not easy at all. You have to put in a lot of hardwork, patience, trust, loyalty and the hardest is putting in your heart..."

Aku berhenti beberapa saat di kolom tweet tersebut. Kata - katanya begitu menohok. Persis sekali dengan apa yang aku alami saat ini.


Selang beberapa saat kemudian, ponselku bergetar, disertai dengan bunyi pesan masuk. Ada satu notifikasi BBM muncul di layar. Kali ini berasal pacarku.


"Yank, aku sudah sampai.." Tulisnya. 


Dengan memberikan emoticon senyum di baris kedua.


"Tumben yank, sampainya cepet. Emang tadi enggak macet?" Balasku.


Jarak tempuh kostan ku di Slippi, dengan Apartment nya di Tanggerang terbilang cukup jauh. Lamanya bisa memakan waktu 1 jam perjalanan. Maka dari itu, aku sedikit heran dia bisa sampai lebih cepat dari biasanya.


"Enggak macet.." Jawabnya singkat.


Aku bisa menangkap perasaan jengkel dari dirinya yang masih tersisa dari pertengkaran tadi. Karena tidak biasanya juga dia membalas pesanku dengan kata - kata singkat seperti  sekarang. Biasanya dia bertanya balik atau ada feed back darinya yang membuat percakapan terus berjalan.

"Ya sudah, kamu istirahat gih sana. Sudah jam setengah sebelas. Besok kan kamu ada flight." Tulisku.


Dia tidak menjawab apapun. Ku menunggu 2 menit, 3 menit, bahkan sampai 10 menit, tidak ada tanggapan sama sekali. Pesanku tidak dijawabnya. Apakah dia masih kesal dengan apa yang terjadi barusan sampai BBM ku tidak dibalasnya?

"Yank?" Aku mencoba memanggilnya lagi.

"PING!!!" Panggilku.


Tak lama kemudian, muncul kalimat "is writing message" di kolom statusnya.

"Aku baru selesai cuci muka dan ganti baju. Sekarang mau tidur. Kamu jangan tidur terlalu malam ya.." Pesannya.


Aku tersenyum. Lega rasanya akhirnya dia membalas BBM ku. Aku membalasnya dengan emoticon peluk. Dan dia memberi emoticon jempol ke atas, menutup pembicaraan kami di BBM.


Ku letakkan ponselku di samping tempat tidur. Rasa kantuk kembali menghampiri. Tapi, entah kenapa mata ini tidak mau menutup. Padahal badanku sudah merasa letih. Apalagi emosiku terkuras habis hari ini. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, yang membuatku merasa tidak tenang untuk pergi tidur begitu saja.


Waktu sudah menunjukkan pukul 23.20. Sudah mau pergantian hari. Ayolah, aku mau tidur! Aku tidak mau tidur terlalu malam dan menjadikan itu suatu kebiasaan. Aku kapok terkena insomnia, dimana jam tidurku dan saat - saat aku menjalani aktivitas menjadi terbalik. Siang menjadi malam dan malam menjadi pagi.


Ku raih lagi ponselku. Mencoba melakukan apa yang bisa kulakukan dengan smart phone ini. Entahlah, mungkin aku akan mencoba mendengarkan lagu sampai aku tertidur. Biasanya itu berhasil memicu rasa kantukku untuk muncul.


Tapi sebelum mendengarkan lagu, aku iseng memeriksa isi recent updates di BBM. Ya, hal ini menjadi salah satu penghilang jenuhku juga sebenarnya. Membaca status atau melihat display picture BBM teman kuliah, sahabat, atau bahkan mantan - mantanku sendiri.


Cursorku berhenti di salah satu kontak teman kuliahku, Swastika. Nampaknya dia sedang berbahagia hari ini. Bagaimana tidak, dia sedang merayakan hari jadinya bersama pacar yang sudah dipacarinya selama hampir satu setengah tahun, Iwan.


Aku tersenyum. Turut berbahagia karena dia dan Iwan bisa bertahan dan langgeng sampai sekarang. Mereka berdua nampak terlihat mesra sekali di foto yang dipajang sebagai Display Picture BBM Swastika. Hari ini tanggal 11. Tanggal yang mudah diingat bagi mereka berdua untuk merayakan hari jadi, pikirku.


Sebentar... Hari jadi? Tanggal 11? Tunggu dulu! Hari ini tanggal 11, berarti besok tanggal 12. Dan tanggal 12 adalah... HARI JADIKU..!!! Astaga, Tuhan...


Ku lihat jam di layar handphoneku, sudah menunjukkan angka 23:48. aku lupa kalau beberapa menit lagi adalah bulan jadiku yang kelima dengannya. Begitu bodohnya aku sampai bisa lupa hari penting antara aku dan pacarku. Pantas saja dari tadi seperti ada yang mengganjal dipikiranku sehingga aku tidak bisa tidur!

Jam 23 : 48.  Masih ada beberapa menit lagi yang tersisa sampai pergantian hari. Buru buru aku membuka applikasi notes. Aku ingin menuangkan apa yang ada di dalam pikiranku, dan menyusun kata - kata yang bagus untuk ucapan selamat merayakan hari jadi. Kata - kata itu aku simpan di notes, dan akan aku kirim ke dia lewat BBM.


Pikiranku sedang penuh saat ini. Mudah bagiku menuangkan segala ide yang ada di kepala melalui bentuk tulisan. Ku coba merangkai kalimat yang baik, santun dan enak untuk dibaca. Setelah berkali - kali menulis, menghapus, dan menulis lagi, terciptalah satu nota yang berisikan tentang perasaanku, isi hatiku, sekaligus permintaan maafku kepadanya atas kejadian yang terjadi hari ini.


Beginilah isi nota yang kutulis :



===========================================================

"Dear Chandra...

Its been 4 months since we've met, go out, dating and embrace this relationship... We've been through a lot of things and at the moment, I feel so lucky to have you here, by my side. Holding your hands among the crowd, like we didn't care if people were looking at us.. And watching you fall asleep when the night comes, I do enjoy every single moment when I'm with you...

There's a time, when we fought hard. When small things could be a war. When everything is going insane and i couldn't handle my ego. And when we're unable to settle things.

I do realize, there's a big difference between you and me. And we couldn't change the things that we should. 

Therefore, I'm sorry. I apologize for everything I've done. For hurting you, yelling at you countless times, and for all the words that came out of my mouth that you don't deserve to hear. And for all of my mistakes that broke your heart. 

Its just,... This is the way I am. Yes, I could not control my emotion and anger at once. I couldn't act nice either. But I know, I have my responsibilities as your boyfriend. And every little thing that I did, it's only to keep you safe... To make us grown and step to the next level. To make everything right when it seems wrong. To take care of you. To be with you, whenever you feel lonely. And literally, everything that I did, I did it to make you happy..." 

Happy 5 Months Anniversary my dear. I love you, and always will. And I wish you the best, within my heart.


Much love


Me. :)"


===========================================================


Seketika aku meneteskan air mataku, sesaat setelah selesai menulis nota untuknya. Kali ini aku merasa sentimentil dan emosional. Aku merasa sangat kesepian. Malam ini harusnya kami berdua, merayakan bulan jadi kami yang kelima. 

Mengobrol dengannya merupakan penghilang jenuhku yang paling ampuh. Dari membicarakan pekerjaannya sebagai Pramugara, berbagi pengalaman, berbicara mengenai kuliah dan sahabat - sahabatku, membicarakan keindahan pulau Dewata yang merupakan kampung halamannya, bahkan rencana kami untuk mengunjungi kedua orangtuanya di pulau Bali, dan banyak hal lainnya dari yang penting sampai tidak penting untuk dibahas.

Tak hanya wawasannya yang luas, selera humor nya pun tinggi. Tak jarang, aku selalu tertawa oleh tingkah lakunya yang konyol. Terutama ketika dia menjulingkan kedua matanya dengan sengaja di hadapanku. Bagiku, ekspresinya itu tak dapat terbeli oleh apapun. Ketidaksempurnaannya yang justru melengkapi dan menyempurnakan hidupku...

Dia yang selalu menemani hari hariku beberapa bulan belakangan ini, yang menjadi teman sekaligus sahabat yang baik, yang selalu ada ketika aku butuh, yang selalu tertawa cengengesan ketika aku marahi, yang selalu kupeluk ketika aku merasa kesepian, yang selalu menjadi pendengar yang setia di saat aku butuh teman untuk berbicara, yang tidak pernah bosan menasehatiku untuk tidak tidur terlalu larut malam, dan selalu mengingatkanku untuk meninggalkan semua kebiasaan burukku.

Dan día yang saat ini mungkin sedang tertidur pulas, dengan mulut terbuka dan sedikit dengkuran halus yang keluar dari tenggorokannya. Bahkan acap kali mengigau dan berbicara akan hal yang tidak jelas.


Selamat hari jadi...





*** *** ***

Senin, 20 Agustus 2012

• Dia I : Pagi Hari, Di Hari Sabtu

"08.15"

Bunyi suara alarm pagi membangunkanku. Sial, rupanya aku lupa mematikan alarm di ponselku tadi malam. Hari ini 'kan hari Sabtu. Buat apa aku bangun sepagi ini di hari libur, gumamku jengkel.

Ku coba menarik nafas dalam - dalam, berusaha mengumpulkan kembali kesadaranku. Ku tatap keadaan sekeliling kamar dengan mata yang setengah terpejam dan sesekali menguap lebar. Aku tahu kalau aku masih mengantuk.

Ku putuskan untuk tidur lagi dan memejamkan mata. 5 menit.., 10 menit.., Ku coba membalikkan badan, ke kanan dan ke kiri sambil memeluk guling kesayanganku, tapi hasilnya nihil. Meski mataku terpejam, tapi upayaku untuk tertidur gagal. Aku tak bisa kembali lagi ke alam mimpi..

Aku menyerah! Kalau memang tidak bisa tidur lagi, tidak perlu kupaksakan. Toh, setelah ku pikir - pikir, bangun lebih awal di pagi hari bukanlah suatu hal yang buruk.

Tak lama, bunyi suara hujan mengguyur dengan deras. Aku mencoba bangkit dari tempat tidur, dan menuju ke arah jendela. Kubuka lebar - lebar pintu jendela, membiarkan angin dan sedikit air hujan masuk ke dalam kamar.

Aku tersenyum kecil.. Aku suka bau hujan. Terutama hembusan angin yang membawa bau basah masuk ke dalam ruangan. Rasanya segar ketika kuhirup, dan secara perlahan mampu menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.

Mataku memandang derasnya air hujan yang jatuh ke aspal. Tatapanku menerawang jauh. Kata orang, hujan memiliki aroma yang dapat membuat orang mengingat kembali masa lalunya. Aku terhenyak sesaat.

Pikiranku mengingat kembali kejadian beberapa bulan yang lalu, yang masih teringat dengan jelas di dalam ingatanku. Potongan - potongan kejadian menyatu, bak puzzle yang selesai terpasang, membuat diriku mengingat kembali sosok yang pernah hadir menemani hari - hariku, dulu kala.

Ya, aku teringat akan sosoknya..
Sosok yang beberapa minggu belakangan ini aku rindukan..

Seketika aku mengingat lagi pertengkaran hebat yang terjadi diantara kami. Pertengkaran yang bisa dibilang sebagai penyebab putusnya hubungan antara aku dan dia.. Tepatnya malam itu, di bulan Maret..

*** *** ***

"CUKUP! Aku sudah cukup mengalah sama semua keegoisan kamu!" Teriaknya, dengan sedikit membentak kepadaku.

Aku terdiam mendengar bentakannya. Rasanya, selama ini belum pernah dia berani membentakku seperti itu.

"Dengar ya, aku bukan seekor Anjing yang bisa kamu maki seenak jidat kamu! Dan aku bukan boneka yang bisa kamu atur semau - mau kamu!" Bentaknya lagi.

Kedua matanya menatapku dengan tajam. Seolah - olah, aku adalah orang yang paling dia benci saat ini. Namun aku tetap tidak bergeming dan diam seribu bahasa. Mataku pun berusaha untuk menghindari kontak matanya.

"JAWAB!" Kali ini suaranya terdengar begitu nyaring di telinga, membuat kesabaranku semakin menipis.

Ku palingkan pandanganku ke arahnya, dan menatap langsung ke arah matanya yang terlihat begitu nanar menatapku.

Aku tersadar, saat ini diam tidak akan menyelesaikan masalah. Semakin aku diam, semakin murka dirinya. Ku coba mengumpulkan emosi untuk membalas segala perkataan yang dia tujukan dan menepis semua pernyataan yang di arahkan padaku.

"Dengar ya, aku juga bukan manusia yang punya kesabaran lebih menghadapi sifat kekanakan kamu!" Kataku dengan lantang.

"Siapa yang ngatain kamu Anjing! Apa pernah aku ngatain kamu Anjing!" Lanjutku.

Baru sedikit aku bisa berkata - kata, dia langsung membalasnya..

"Kamu pikir, aku enggak capek dengan segala keegoisan kamu?" Balasnya lagi.

"Aku egois apa? Coba sebutin, aku egois apa?!" Jawabku yang tak mau kalah.

"Enggak perlu aku jelasin satu persatu! Kamu sudah cukup dewasa untuk mengenal siapa diri kamu! Denger ya, aku capek dengan sifat kamu yang serba enggak jelas dan seenaknya sendiri, tahu!" Lanjutnya.

"Wow"! Pikirku. Aku tersentak mendengar ucapan yang baru saja di lontarkan dari mulutnya. Aku seenaknya sendiri katanya? Sejak kapan? Bukankah dia tahu, kalau aku selalu mementingkan dia dibanding yang lain. Lagipula, aku bukanlah orang yang egois. Yang semau - maunya dalam bertindak. Tidak, kedewasaanku jauh lebih besar dibanding itu! 

Seseorang nampaknya harus berkaca dan sedikit intropeksi. Kata - kata tadi harusnya ditujukan untuk dirinya sendiri, bukan aku!

"Aku enggak suka sama orang yang tertutup..." Kali ini, dia menurunkan nada bicaranya, dan kembali berbicara dengan nada normal.

"Mungkin aku terlalu perfeksionis..." Ucapnya pelan.

Kami berdua sama - sama terdiam dan tidak menatap satu sama lain. Namun sesekali aku mencoba mencuri pandang ke arahnya, yang menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Entah, apa yang ada di pikirannya saat ini. 

Pada saat ini, sungguh aku ingin menghentikan segala pertengkaran dan semua omong kosong ini dan memeluknya.

Namun mulutku tertutup rapat, seolah tak mampu lagi berbicara dan mengeluarkan sepatah kata setelah di serang dengan pernyataan yang bertubi - tubi olehnya.

Aku sadar kalau dia adalah orang yang sangat perfeksionis. Dalam artian, semua harus berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan. Tidak ada yang boleh cacat ataupun salah sedikitpun. Awalnya aku pikir, aku bisa menerima pola pikirnya yang demikian. Dan memang, aku harus membiasakan diri dengan sifatnya yang seperti itu ketika berpacaran dengannya. 

Diriku yang mengerti dengan pola pikirnya, membuatku beradatapsi dengan cepat dengan aturannya dalam berpacaran. Mungkin pada awalnya, aku begitu naif dan belum sadar benar, akan apa arti kebebasan dalam suatu hubungan.

Namun lama kelamaan, aku merasa terkekang dengan sifatnya. Aku tidak sanggup lagi menghadapi sikapnya yang tempramental dan semakin lama semakin banyak menuntut sehingga membatasi ruang gerakku. Bahkan, hal yang sepele bisa membuat kami bertengkar dengan hebatnya.

Akan tetapi, terlepas dari itu semua, aku begitu menyayanginya. Dan aku selalu berusaha untuk memaklumi sifat dia yang seperti itu. Meski kebebasanku harus terpenjara dalam rasa pengertianku, dan pilihanku terbatasi oleh sikapnya yang terlalu mengatur..

Aku bosan! Aku jengah! Aku tidak bisa begini terus! Hal inilah yang membuatku terkadang menjadi tidak jujur dan menutup diri kepadanya. Aku selalu berusaha memaksa diriku sendiri dengan beranggapan kalau aku harus bisa menerima dia apa adanya. Tapi semakin lama, aku tidak melihat usaha yang sama seperti apa yang kuberikan untuknya. Malah dia semakin egois, ingin menang sendiri dan tidak memberiku kesempatan untuk memiliki hak yang sama di dalam hubungan ini.

Dan sekarang aku berada di satu titik, dimana aku ingin kembali bebas bergerak dan pergi melangkah kemanapun aku mau, mengikuti naluriku.

"Aku capek.." Ujarku lirih. Kata - kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. Pikiranku yang penuh akan banyak hal yang menyangkut kami berdua, dan hatiku yang begitu lelah untuk selalu menuruti segala kemauan dia, membuatku melontarkan kata kata itu tanpa aku sadari. Ucapanku memecah heningnya atmosfir dan suasana tegang di antara kami berdua.

"Maksudnya?" Tanyanya mencoba mencari kejelasan.

"Iya, aku capek.. Aku menyerah akan sikap kamu yang terus terusan seperti ini. Aku capek bertengkar setiap hari hanya karena masalah sepele. Aku udah enggak kuat dengan rasa kecurigaan kamu yang berlebihan, yang membuat aku sulit untuk bergerak. Aku enggak bisa kayak begini terus.." Jawabku pelan.

"Aku.. Aku ingin break..." Tutupku.

Ekspresi mukanya langsung berubah begitu mendengar ucapanku barusan. Perasaan kaget terlihat jelas dari tampangnya. Namun, dia tetap menatapku dengan tatapan tajam. Kedua tangannya membasuh mukanya sambil menghela nafas panjang.

"Kamu menyerah sama hubungan kita?" Ucapnya pelan.

Kali ini dia melunak. Sesekali dia menarik nafas. Tidak nampak lagi emosi di raut wajahnya. Yang ada hanyalah ekspresi kusut dari seseorang yang baru saja menumpahkan amarahnya padaku. Akupun terdiam, tak langsung menjawab.

Hatiku berkata untuk meneruskan kembali hubungan ini dan melupakan semua pertengkaran yang terjadi. Toh, pertengkaran itu wajar pada semua pasangan. Dan aku tahu, hubungan ini masih bisa diselamatkan, asalkan aku dan dia tetap pada komitmen awal; saling menyayangi dan saling setia satu sama lain.

Namun, kali ini logika ku berbisik kencang. Seolah - olah memberontak dan memaksa keluar dari cangkang yang selama ini menutupnya. Akal sehatku seperti meletup, mencoba mengalahkan rasa sayangku pada pacarku yang telah berhasil menguncinya rapat rapat.

Ya, aku ingin bebas! Aku ingin terlepas dari segala drama yang sudah melekat sehari - hari setelah aku berstatus sebagai pacarnya. Aku ingin sendiri untuk sementara waktu ini..

Aku menghela nafas panjang. Berusaha memberanikan diri untuk mengucapkan kata - kata yang hendak ku ucapkan. Dia menatapku, menungguku jawabanku.

"Mungkin aku mau sendiri dulu..." Jawabku pendek.

Suasana tegang kembali menyelimuti kami. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya saat ini begitu mendengar jawabanku tadi. Khawatir aku malah membuat dia semakin emosi.

Tak lama kemudian, tanpa kusangka dia tersenyum kecil disertai dengan beberapa anggukan kecil, seolah dia mengerti. Kecil, namun terlihat tulus.. Seperti menandakan bahwa dia menerima keputusanku. Aku membalas senyumannya dengan tersenyum kecut sambil menunduk. Sesekali kumainkan jemariku, menggosok gosoknya, seolah ada kotoran yang menempel, padahal tidak ada apa - apa sama sekali.

Dia pun begitu. Kakinya menghentak - hentak lantai, seperti sedang terburu buru untuk pergi. Aku amati dia dari tempat dudukku, sambil tersenyum dalam hati. Aku baru sadar, dia terlihat agak kurusan. Aku tahu dia begitu lelah dengan pekerjaannya sebagai Flight Attendant. Tak luput tekanan dari keluarganya di Bali yang ingin melihat dia bisa sukses, terutama Mamanya. 

Lelah, capek dan begitu banyak pikiran.. Mungkin faktor - faktor itulah yang membuat dia nampak kurus sekarang ini.

"Ya sudah kalau begitu.." Jawabnya tiba - tiba.

Pandanganku langsung tertuju kepadanya. Dia berdiri dari tempat duduknya, dan dengan tersenyum, dia menuju ke arahku.

"Aku pulang dulu..." Ucapnya, meminta izin padaku untuk pulang. Kuraih tangan kanannya yang mengenakan arloji. Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Astaga Tuhan! Lebih dari 1,5 jam sudah kami bertengkar. Waktu berjalan begitu cepat tanpa kusadari, terutama untuk hal - hal seperti ini.

Aku mengangguk, membalas senyumannya. Ku dekap badannya dan ku peluk dengan erat sebelum dia pergi. Dia pun membalas pelukanku, dan mengusap usap kepalaku, membuat rambutku sedikit berantakan.

"Kabarin aku kalau sudah sampai di Apartment.." Kataku.

"Iya.." Jawabnya.

Kulepas pelukanku dan kucium pipinya sebagai salam perpisahan. Dia membalasnya dengan mencium keningku. Lama sekali, sampai akhirnya dia melepaskan ciumannya.

"Hati - hati di jalan.." Ujarku padanya.

Dia tidak menjawab. Hanya mengangguk kecil, menaikkan alis dengan ekspresi muka yang begitu datar dan mengacungkan jempolnya, kemudian membuka pintu kamarku, dan beranjak pergi.

*** *** ***

Minggu, 19 Desember 2010

• I Love You

Saya memiliki suami yang seorang insinyur.
Saya mencintai sifatnya yang alami dan menyukai perasaan hangat
yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Setelah tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui bahwa saya mulai merasa lelah.

Alasan-alasan saya mencintainya dahulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus.

Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan pada dirinya.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan.
Rasa sensitif-nya kurang.

Ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.


Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya,

bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa ?", dia bertanya dengan terkejut.

"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan".
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah,

seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya,

apalagi yang bisa saya harapkan dari nya ? (gumam ku di dalam hati).

Dan akhirnya dia bertanya,

"Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?".

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,

"Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati, saya akan merubah pikiran saya ".

Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung, akan tetapi kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu kamu akan mati, apakah kamu akan melakukannya untukku ?".


Dia termenung dan akhirnya berkata,

"Saya akan memberikan jawabannya besok".
Hati saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah,

dan saya menemukan selembar kertas dengan coretan tangannya
dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat.

Disitu tertulis ... "Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,

tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya".

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya, namun saya melanjutkan untuk membacanya.


"Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan akhirnya menangis di depan monitor karena panik,

namun saya selalu memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu
dan memperbaiki programnya.

Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar,

dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu
dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.

Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar

di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi,
saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.

Kamu selalu pegal-pegal pada waktu "teman baikmu" datang setiap bulannya,

dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.

Kamu senang diam di rumah dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi "aneh".

Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah
atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.

Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur

dan itu semua tidak baik untuk kesehatan matamu,
saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti,
saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.
Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.

Karena saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.
Sayangku, saya tahu ......................, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari apa yang dapat aku lakukan. Namun jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak juga cukup bagimu,
maka aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu ".

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur,

tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.

"Sayang, kamu telah selasai membaca jawaban saya.

Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri didepan menunggu jawabanmu.

Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu.

Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.


kini saya tahu,

tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.

Rabu, 15 Desember 2010

• This Words is For You

I dedicated this note to all my best friend who always supported me all the time... even tough you're very far far away from me right now, but I can feel you near me... I'll never forgot all the time we've shared together and all our laughter fulfill our happy day :)

maybe some of you will consider this notes as "GAK PENTING" or not important at all...
but that's doesn't matter... for me, I just want to show you, how important you are in my life, how important our friendship is, and how I've treasured all of you...

even if we'll never meet again one day and our path will be separated by times, I just wanna say " THANK YOU"... "THANK YOU" for came and drop by in my life... whatever it takes, whatever happen, I just wanna be with you all the time, until the end...


" Clouds and puddles can be seen everywhere
The sky looks like it’s about to cry

The bright city filled with lot of people
Letting the wind take me where it blows

As we go about drowning in our daily lives
There is something frozen in my memory

Passing each night alone
I erase the sound of morning with my sigh

The time we had that passed us by
I cannot take back anymore

best friend of mine, you’re not here
You turned into just an illusion

When I realized, all of you were gone
The hands on the clock do not move anymore

Speak to me

I feel loneliness without you
when we share our togetherness, laugh, tears and joy

Everything seems perfect for me
Until one by one passed me by and leave me alone

I know I can never regain the time that has slipped away
But at least stand still with me

The songs we listened to, still stay in my ear
I’m not sad, and I’ll keep it that way from now on

If this is my true feelings I have
Then I can go to where you are, without hesitation

Not even being able to say goodbye
Please don’t leave me alone

Even if there is no such things as eternity
I want to continue believing there is

Until the end
Forever stay with you all my friend "

~fin...












































































































href="http://2.bp.blogspot.com/_uWCuZcMGbVs/TQiHCtytdRI/AAAAAAAAATE/9bKA5Ua560A/s1600/35.jpg">